yayasandamarjati.or.id – (#BerkepribadianDalamBerkebudayaan – Artikel – Jakarta, 11/10/2024). Tanggal 10 Oktober 2024 bertepatan dengan Hari Kesehatan Mental Sedunia. Peringatan ini diciptakan dan diasosiasikan langsung oleh lembaga kesehatan dunia World Federation of Mental Health (WFMH) karena banyaknya kematian diakibatkan terganggunya kesehatan mental. WFMH menetapkan tema peringatan Hari Kesehatan Mental Sedunia tahun 2024 adalah kesehatan mental di tempat kerja. Menurut World Health Organization (WHO), kesehatan mental adalah keadaan sejahtera mental yang memungkinkan seseorang mengatasi tekanan hidup, menyadari kemampuannya, belajar dengan baik dan bekerja dengan baik, serta berkontribusi pada komunitasnya.
Berdasar UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 tentang Kesehatan Jiwa, upaya Kesehatan Jiwa adalah setiap kegiatan untuk mewujudkan derajat kesehatan jiwa yang optimal bagi setiap individu, keluarga, dan masyarakat dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat.
Upaya promotif di lingkungan tempat kerja dilaksanakan dalam bentuk komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai Kesehatan Jiwa, serta menciptakan tempat kerja yang kondusif untuk perkembangan jiwa yang sehat agar tercapai kinerja yang optimal. Upaya preventif di lingkungan Lembaga termasuk di tempat kerja dilaksanakan dalam bentuk: menciptakan lingkungan lembaga yang kondusif bagi perkembangan Kesehatan Jiwa; memberikan komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai pencegahan gangguan jiwa; dan menyediakan dukungan psikososial dan Kesehatan Jiwa di lingkungan lembaga.
Jumlah angkatan kerja di Indonesia berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS) sejumlah 142 juta atau sekitar 50% dari total jumlah penduduk Indonesia sebanyak 282 juta. Mayoritas angkatan kerja berada pada rentang usia Gen Y atau milenial (lahir tahun 1981 – 1996) dan Gen Z (lahir tahun 1997 – 2012). Yaitu sekitar 84,5 juta atau 60% dari total jumlah angkatan kerja di Indonesia. Saat Indonesia berusia satu abad pada tahun 2045, Indonesia diperkirakan memiliki bonus demografi 70% (jumlah penduduk mayoritas usia produktif 15-64 tahun). Bonus demografi jika tidak dikelola dengan baik akan terjadi ledakan jumlah pengangguran. Kondisi kesehatan mental Generasi Z dan Gen Y harus dijaga karena mereka menjadi penentu kondisi Indonesia di tahun 2045.
Survei Populix bertajuk Working Trend Februari 2023 menyebutkan bagi Gen Y, bekerja lebih dari 5 tahun adalah waktu yang cukup untuk mempertimbangkan pekerjaan baru, sedangkan Gen Z menilai 1-2 tahun adalah waktu yang ideal. Ada beberapa pertimbangan untuk berpindah ke pekerjaan baru. Misalnya, gaji lebih besar, bonus, posisi lebih baik, jarak kantor dengan rumah, dan reputasi perusahaan. Gen Y dan Gen Z cenderung tidak berpikir untuk memperbaiki kekurangan, tetapi lebih berpikir untuk mengembangkan kelebihan. Gen Y dan Gen Z tidak menginginkan atasan yang suka memerintah dan mengontrol.
Gangguan kesehatan mental atau depresi merupakan masalah kejiwaan yang rentan terjadi pada remaja. Data di Indonesia menunjukkan sebanyak 6,1 % penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas mengalami gangguan kesehatan mental. Gen Z dan Gen Y sering disebut generasi stroberi, berbentuk menarik tetapi mayoritas mudah rapuh, memiliki kreatifitas tinggi namun rentan terhadap tekanan hidup.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan mental seseorang adalah faktor biologis (kesehatan fisik, genetik, pola makan, pola tidur, usia); faktor psikologis (keyakinan, diagnosis kesehatan mental, persepsi, kecanduan); dan faktor sosial (hubungan, keluarga, budaya, pekerjaan, uang, perumahan). Jika terjadi gangguan kesehatan mental di tempat kerja akan mengakibatkan penurunan produktivitas pekerja yang bersangkutan, beresiko menimbulkan konflik di tempat kerja dan bahkan bisa menganggu performansi perusahaan atau organisasi.
Gen Y dan Gen Z sebagai mayoritas angkatan kerja Indonesia harus memiliki kemampuan mengelola stres untuk menjaga kesehatan mental. Di sisi lain perusahaan atau lembaga pemberi kerja harus menciptakan budaya kerja yang demokratis dan mendorong tingkat produktivitas tinggi bagi para pekerjanya, terutama para Gen Y dan Gen Z yang cenderung cepat berpindah pekerjaan. Beberapa cara mengelola stres dalam dunia kerja antara lain dengan membagi waktu antara kerja dan hobi serta mengembangkan skill atau mempelajari skill baru. Mengembangkan skill tertentu dapat membantu seseorang untuk meningkatkan kemampuan dalam menyelesaikan masalah secara efektif dan efisien. Hal tersebut secara tidak langsung juga akan memberikan rasa percaya diri pada seseorang dalam menghadapi tantangan, membantu seseorang untuk dapat beradaptasi dengan keadaan dan membuka peluang baru dalam mencapai keberhasilan.
-. Oleh: Ernawiyati, ST, MM. (Ketua Umum Yayasan Damardjati Masjarakat Sedjati dan Pegiat Literasi).
-. Editor: #SaDa