www.yayasandamarjati.or.id – (#BerkepribadianDalamBerkebudayaan – Jakarta, 03/02/2025). Pemajuan kebudayaan merupakan amanat para pendiri Republik Indonesia untuk mengejar ketertinggalan sebagai bangsa yang pernah dijajah melalui upaya memajukan peradaban. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) telah melakukan amandemen Undang-Undang Dasar 1945 pasal 32. Sebelum diterapkan amandemen, Pasal 32 UUD 1945 terangkum dalam Bab XIII tentang Pendidikan yang berisi 2 pasal. Setelah dilakukan amandemen, nama Bab XIII diubah menjadi Pendidikan dan Kebudayaan yang tetap berisi 2 pasal namun ada penambahan ayat. Perubahan nama Bab XIII ini dilakukan dalam amandemen tahap ke-3 pada Sidang Tahunan MPR tanggal 1-9 November 2001. Pasal 32 UUD 1945 sebelum Amandemen : Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia dan Pasal 32 UUD 1945 setelah Amandemen : 1.) Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya., 2.) Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional.
“Kami banyak berdiskusi dengan teman-teman di Pemerintah Daerah terkait salah satu langkah yang mendasar dalam UU Pemajuan Kebudayaan yaitu perlunya pokok-pokok pikiran daerah untuk mendokumentasi semua kekayaan budaya daerah dan strategi pelaksanaannya. Kami telah melakukan sosialisasi UU Pemajuan Kebudayaan Daerah dengan semua pemerintah provinsi dan sebagian pemerintah daerah tingkat dua. Saat ini momentum yang tepat setelah para Kepala Daerah terpilih, agar semua bisa melakukan amanah dalam UU Pemajuan Kebudayaan,” tutur Hilmar Farid, Ph.D Direktur Jenderal Kebudayaan Republik Indonesia 2016-2024 saat ditemui Ketua Umum Yayasan Damardjati Masjarakat Sedjati (Yayasan Damarjati) Erna Wiyati,S.T, M.M.
Untuk memajukan Kebudayaan Nasional Indonesia diperlukan payung hukum yang memadai sebagai pedoman dalam Pemajuan Kebudayaan secara menyeluruh dan terpadu sehingga perlu disusun Undang-Undang tentang pemajuan Kebudayaan, yaitu Undang-undang (UU) Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Lingkup UU Pemajuan Kebudayaan meliputi pelindungan, pengembangan, pemanfaatan dan pembinaan lembaga kebudayaan. Pemerintah pusat sudah melakukan sosialisasi dan pendampingan terkait Pemajuan Kebudayaan dengan Pemerintah Daerah dan para pelaku budaya dan komunitas.
“Ujung tombak pemajuan kebudayaan adalah masyarakat. Pemerintah bertugas memfasilitasi dengan falsafah tut wuri handayani. Peran pemerintah daerah dalam pemajuan kebudayaan sangat besar. Kewenangan pengelolaan kebudayaan ada di pemerintah kabupaten atau kota, contohnya dalam penentuan suatu bangunan menjadi cagar budaya, karena mereka yang memiliki wilayah,” kata Hilmar Farid yang juga merupakan sejarawan dan pengajar Ilmu Budaya di program Pasca Sarjana Institut Kesenian Jakarta (IKJ).
Bung Fai sapaan akrabnya Hilmar Farid menambahkan bahwa ekspresi budaya tidak mengenal batas administratif sehingga harus diperkuat narasi agar arah dalam pemajuan kebudayaan menjadi lebih jelas. Pahami betul sejarah dan unsur-unsur pembentuk kebudayaan. Para Kepala Daerah perlu memahami ekspresi budaya di daerahnya. Karena kekayaan budaya merupakan modal dasar yang sangat besar, keunikan bagi Indonesia yang merupakan negeri Bhinneka Tunggal Ika. Indonesia adalah negeri dengan keanekaragaman bio cultural, perpaduan keanekaragaman hayati dan budaya dengan potensi pendapatan yang luar biasa.
“Contoh yang paling menyolok adalah kondisi di Kabupaten Kaimana, Papua Barat yang memiliki kekayaan hutan mangrove terbesar seluas puluhan ribu hektar. Potensi ekonomi mangrove hasilnya sebesar USD 15 ribu per hektar per tahun. PAD Kabupaten Kaimana hanya Rp 25 milyar. Kesenjangan antara realita dan potensi ekonomi sangat besar. Pusat potensi pertumbuhan ekonomi adalah di Indonesia Timur,” tutur Hilmar Farid.
Kebudayaan juga sangat membantu untuk menjaga kesehatan mental. Hilmar Farid bersama rekan-rekan pengajar di IKJ sudah mengembangkan praktek-praktek terapi kesehatan mental melalui seni budaya, contohnya terapi musik dan teater.
“Harapan saya ruang publik untuk ekspresi budaya di setiap daerah akan semakin dikembangkan untuk menjaga kesehatan mental masyarakat, karena pada dasarnya setiap orang membutuhkan koneksi. Saya sempat bertemu Bang Rano Karno atau Bang Doel, Wakil Gubernur terpilih Daerah Khusus Jakarta. Beliau ingin menghidupkan taman-taman kota yang relatif sepi atau under utilized yang belum digunakan secara optimal untuk menjaga kesehatan mental publik. Kesadaran para Kepala Daerah akan potensi kekayaan budaya daerah masing-masing perlu ditingkatkan agar bisa memanfaatkan kekayaan budaya bagi pertumbuhan ekonomi dengan bantuan teknologi dan keterlibatan masyarakat,” tutup Hilmar Farid.
Semoga para Kepala Daerah yang terpilih bisa mengemban amanah dengan lebih baik dengan mengeksplorasi, mengelola dan mengorganisasi kekayaan budaya daerah masing-masing sehingga bisa mewujudkan masyarakat adil, makmur dan sejahtera.
-. Liputan : Tim Jaringan – Yayasan Damarjati.
-. Redaksi: Tim Humas -Yayasan Damarjati.
-. Editor: #SaDa.
Salam berkepribadian dalam berkebudayaan.